Heat Transfer Printing
Heat Transfer Printing telah berkembang dengan pesat sejak tahun 1968, namun zat warna yang dapat digunakan sampai sekang masih terbatas pada zat warna disperse saja. Hasil pencapannya pada bahan dari serat polyester adalah yang paling baik. Selain itu heat transfer printing dapat digunakan pada printing bahan dari serat polyamida, polyakrilat dan serat rayon.
Pada dasarnya proses heat transfer printing meliputi dua tahap proses, yaitu printing design pada kertas dengan menggunakan zat warna disperse yang dapat menyublin lalu memindahkan design dari kertas ke kain atas dasar peristiwa sublimasi zat warna, kondensasi dan difusi kedalam serat tekstil.
Oleh karena itu heat transfer printing hanya memerlukan investasi modal yang tidak terlalu besar. Selain itu juga tidak menimbulkan pencemaran, tidak memerlukan keterampilan khusus dan dapat menghasilkan design yang sempurna. Akan tetapi disamping keuntungan - keuntungan tersebut terdapat juga kekurangan – kekurangannya. Antara lain, harga kertas untuk design yang relatif mahal, terutama kalau hanya untuk produksi dalam jumlah kecil, kecepatannya rendah dan hanya sesuai dengan bahan yang dapat diwarnai dengan zat warna disperse saja.
Ketika panas diberikan pada bagian belakang kertas print, kristal zat warna disperse menyublin kedalam fasa uap dan juga kedalam pengikat dan kertas. Sublimasi berlangsung sedemikian hingga uap zat warna mencapai permukaan serat tekstil. Apabila konsentrasi uap zat warna melebihi konsentrasi jenuh pada suhu tersebut hingga terjadi kondensasi pada permukaan serat tekstil, dan terjadi perbedaan konsentrasi pada serat tersebut, akan berlangsung proses difusi uap zat warna kedalam serat, (melebihi dari 200°C) dan dalam waktu yang relatif lebih lama.
Referensi dari Buku Teori Penyempurnaan Tekstil